Opini:
Maria Ulfah, Alumni Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suku Baduy komunitas adat terkenal yang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dikenal dengan komitmennya dalam menjaga nilai-nilai tradisional dan warisan leluhur. Kehidupan masyarakat ini, khususnya Baduy Dalam sangat sederhana, harmonis, solid dan tentram dengan lingkungan asri dan juga indah menjadi simbol keberhasilan dalam mempertahankan identitas budaya mereka di tengah derasnya arus modernisasi. Namun begitu, perkembangan politik lokal dan nasional yang semakin menunjukan dinamis telah menuntut mereka untuk menghadapi tantangan baru, khususnya dalam aspek negosiasi politik. Mengingat penduduk Baduy Dalam yang terdiri dari tiga kampung yaitu: Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik dan Kampung Cikertawarna memiliki jumlah yang terhitung banyak.
Sistem Politik Tradisional Suku Baduy
Secara historis, masyarakat Baduy Dalam memiliki sistem politik berbasis adat yang sangat kokoh. Struktur kepemimpinan tradisional dipimpin oleh Pu’un yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal sptritual dan adat istiadat. Sistem ini berlandaskan ajaran “pikukuh” yang mengatur hubungan harmonis antara manusia, alam dan sang pencipta. Keputusan-keputusan penting dalam adat ini umumnya diambil melalui musyawarah yang dipimpin langsung oleh pu’un tanpa campur tangan eksternal.
Dalam konteks politik praktis, masyarakat Baduy Dalam secara tradisional mengambil posisi netral dan cenderung tidak terlibat dalam proses politik modern, termasuk pemilihan umum dan partisipasi dalam partai politik. Namun demikian, netralitas ini tidak berarti mereka sepenuhnya terisolasi dari dinamika politik eksternal. Sebaliknya, mereka telah mengembangkan pola negosiasi yang unik untuk melindungi kepentingan masyarakat mereka dari pengaruh pihak lain. Berbeda dengan Baduy Luar yang memiliki interaksi lebih terbuka dalam bernegosiasi dan menunjukan kecenderungan yang lebih adaptif dalam menggunakan hak pilih mereka. Beberapa anggota masyarakat Baduy Luar turut serta dalam pemilihan umum sebagai bentuk keterlibatan mereka dalam dinamika politik lokal dan nasional.
Tantangan Modernitas dan Tuntutan Negosiasi
Moderniasai dan globalisasi dalam beberapa dekade terakhir telah membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat Baduy. Terkhusus Baduy Luar, pembangunan infastruktur, peningkatan akses teknologi, serta kunjungan wisatawan yang semakin meningkat menjadi tantangan yang perlu di hadapi. Selain itu, simbol budaya Baduy sering kali dimanfaatkan oleh aktor politik lokal untuk memperoleh dukungan simbois atau legitimasi kultural.
Dalam merespon tantangan ini, masyarakat Baduy mulai menunjukan pola negosiasi politik meskipun tetap mempertahankan prinsip netralitas, pemimpin adat atau pu’un akan berdialog dengan pemerintah daerah guna memastikan perlindungan terhadap hak-hak suku Baduy atas tanah dan sumber daya alam. Langkah ini dapat mencerminkan pemahaman untuk kita bahwa keterlibatan dalam proses politik modern dapat menjadi strategi yang efektif dalam menjaga keberlangsungan tradisi.
Strategi Negosiasi Politik: Adaptasi Tanpa Mengorbankan Identitas
Transformasi dalam pola negosiasi politik masyarakat Baduy menunjukan kemampuan mereka untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan zaman modern. Beberapa strategi yang diterapkan antara lain:
- Dialog adat dengan pemerintah: Pu’un secara aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah guna memastikan kebijakannya tidak merugikan masyarakat adat. Hal ini dapat dilihat dari adanya penolakan terhadap proyek-proyek yang dianggap merusak lingkungan Baduy terkhusus wilayah Baduy Dalam.
- Pengelolaan wisata berbasis adat: dalam menghadapi dampak wisata, masyarakat Baduy terkhusus Baduy Dalam memberlakukan aturan yang sangat ketat bagi pengunjungnya. Langkah ini menjadi bukti bahwa mereka tidak hanya melindungi niali-nilai budaya saja akan tetap kuatnya spiritualitas yang tetap harus dijaga.
- Pemanfaatan media digital: generasi muda Baduy Luar mulai menggunakan media sosial sebagai sarana menyarakan aspirasi dan mempromosikan budaya mereka, namun tidak berlaku untuk masyarakat Baduy Dalam.
Kesimpulan:
Transformasi dalam pola negosiasi politik masyarakat Baduy menjadi bukti bahwa kelompok adat mampu beradaptasi di tengah perubahan tanpa kehilangan identitas kulturnya. Mereka menunjukan bahwa tradisi dan modernitas saling melengkapi jika diintegrasikan dengan pendekatan yang bijaksana.